Ki
Hajar Dewantara selaku tokoh pendidikan Indonesia berpendapat bahwa
perkembangan anak didik mulai dari lahir hinga dewasa dibagi atas
fase-fase. Ada fase yang merupakan periode amat penting bagi
perkembangan badan dan pandca indra. Ada fase yang merupakan masa
perkembangan untuk daya-daya jiwa terutama pikiran anak, dan ada pula
fase tentang penyesuaian diri dengan masyarakat di mana anak mengambil
bagian sesuai dengan cita-cita hidupnya. Adanya periodisasi masa
perkembangan itu juga kita temui pula pada teori-teori yang dikemukakan
oleh ahli lain.
Namun
pada intinya teori apapun tentang perkembangan manusia tidak lepas
dari gambaran bahwa anak merupakan bagian dari keluarga dan masyarakat.
Dalam arti bahwa kecepatan atau kelambanan anak dalam menjalani masa
perkembangannya sangat tergantung dari bagaimana pengaruh lingkungan
sosialnya. Sebenarnya banyak teori tentang pengkajian pendidikan sebagai
bagian dari hasil cipta dari Ki Hajar dewantara, yang kesemuanya itu
merupakan gambaran dari kreativitas Ki Hajar sebagai pemikir sekaligus
praktisi pendidikan pada jamannya dulu.
Sebagai
contoh adalah adalah sistem among. Seperti diketahui bahwa sistem
among yang dicetuskan oleh ki Hajar antara lain berbunyi: Ing ngarso
sung tulodho (di depan harus dapat memberi contoh yang baik), Ing madyo
mangun karso (di tengah harus dapat membangun), dan Tut wuri Handayani
(di belakang harus dapat mendorong dan memberi semangat).
Dan
dalam setiap kondisi di depan, di tengah maupun di belakang itu orang
ideal ini harus dapat memberikan peran yang berarti bagi orang lain di
sekitarnya. Bukan main memang teori among ini. Ki Hajar Dewantara memang
telah membuktikan sebagai figur yang dapat dipandang sebagai panutan
bagi insan pendidikan di Indonesia, bahkan di dunia. Pada sisi lain jiwa
kepahlawanan Ki Hajar juga sulit ditandingi oleh tokoh pendidikan
lainnya.
Banyak
teori yang dihasilkan oleh Ki Hajar Dewantara ini diciptakan beliau
pada jaman penjajahan atau jaman perjuangan. Permasalahannya adalah
apakah konteks perjuangan yang dikemukakan beliau pada jaman dahulu
tetap relevan dengan jaman sekarang. Sebab perjuangan pada jaman dulu
diartikan sebagai perang melawan penjajah. Sedang dalam konteks sekarang
perjuangan lebih merupakan berjuang untuk mencapai prestasi.
Untuk
ukuran jaman yang semakin maju ini banyak nilai-nilai tradisional yang
memerlukan redefinisi pada tataran penerapan. Banyak aspek dalam nilai
tradisional yang kurang terbuka terhadap inovasi (pembaharuan) yang
sedang berkembang. Hal ini apabila dibiarkan jelas sangat mempengaruhi
daya kreativitas masyarakat kita.
Dalam
perspektif sosial budaya, kreativitas dipengaruhi oleh faktor-faktor
ekonomi, sosial, politik dan sejarah. Iklim kehidupan sosial budaya
favourable memungkinkan kreativitas tumbuh subur. Sebaliknya iklim
sosial budaya yang mengekang dan kurang menjamin rasa aman mengakibatkan
kreativitas terhambat.
Tidak
mengherankan jika sering para pemuda kita ketinggalan dengan kemajuan
pemuda dari bangsa-bangsa lain. Agaknya pengaruh penjajahan yang terlalu
lama menyebabkan generasi tua kita selalu menaruh curiga tehadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Banyak
tantangan dan rintangan yang dihadapi Ki Hajar dewantara pada saat
berjuang di bidang pendidikan. Namun semakin banyak tantangan yang
dihadapi maka semakin besar pula keyakinan Ki Hajar bahwa tidak ada cara
lain untuk membebaskan kebodohan Bangsa Indonesia saat itu selain
dengan cara mendirikan sekolah untuk masyarakat golongan rendah. Ki
Hajar Dewantara merupakan figur yang dapat dipandang sebagai panutan
bagi insan pendidikan di Indonesia.
Terutama
yang patut menjadi tauladan adalah jiwa kepahlawanannya yang sulit
ditandingi oleh tokoh pendidikan lainnya. Sebagai contoh konkrit dari
kepahlawanan beliau adalah berdirinya perguruan Taman Siswa pada masa
penjajahan Belanda. Meskipun berbagai tantangan menghadang di depan,
namun cita-cita mulia untuk mencerdaskan bangsa itu tidak surut
sedikitpun. Bahkan justru semakin bersemangat untuk melangkah maju.
1. Pandangan Ki Hajar tentang Keluarga
Di
dalam keluarga anak pertama-tama belajar memperhatikan
keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu membantu. Di
sinilah berarti dia sudah belajar untuk menjadi makhluk sosial.
Pengalaman dalam interaksi keluarga turut membantu cara-cara untuk
bertingkah laku nyata dalam masyarakat kelak.
Apabila
interaksi sosial anak dalam keluarga kurang baik, maka kemungkinan
besar interaksi anak dalam masyarakat pada umumnya juga kurang baik.
Jadi di samping fungsinya dalam peranan umum, keluarga juga merupakan
kerangka sosial yang pertama, yaitu tempat manusia belajar berkembang
sebagai makhluk sosial.
Sesuai
dengan sifat pendidikan keluarga, orang tua adalah pendidik pertama,
utama dan kodrat. Wewenang secara kodrat yang dimiliki orang tua dalam
mendidik anaknya tidak dapat diganggu gugat sebab anak adalah hak orang
tua. Tetapi karena alasan-alasan tertentu hak orang tua ini dapat
dicabut, misalnya karena orang tuia menjadi gila.
Kehidupan
keluarga penuh dengan sikap gotong royong serta toleransi. Juga
keluarga merupakan peletak dasar utama bagi pendidikan keagamaan. Di
samping itu juga pendidikan budi pekerti, tertanam dalam lingkungan
keluarga secara kuat dan murni, sehingga tidak dapat pusat-pusat
pendidikan lain menyamainya.
2. Pandangan Ki Hajar tentang Pendidikan
Dalam
pandangan Ki Hajar Dewantara kedewasaan bisa diartikan sebagai
kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang
selaras dengan alamnya dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara mengartikan
pendidikan secara umum sebagai daya upaya untuk mewujudkan perkembangan
budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak,
menuju ke arah masa depan yang lebih baik.
Kedewasaan
akan tercapai pada akhir windu ketiga, yaitu tercapainya kesempurnaan
hidup selaras dengan alam anak dan masyarakat. Jadi dapat diartikan
bahwa pendidikan terutama berlangsung sejak anak lahir hingga anak
berusia sekitar 24 tahun.
“Ki
Hajar menyetujui teoti Konvergensi, dimana perkembangan manusia itu
ditentukan oleh dasar (nature) dan ajar (nurture). Anak yahng baru lahir
diibaratkan kewrtas putih yang sudah ada tulisannya, tetapi belum
jelas”, (Suwarno, 1995: 30).
Selanjutnya
Ki Hajar juga berpendapat bahwa perkembangan anak didik mulai dari
lahir hinga dewasa dibagi atas fase-fase sebagai berikut: (1) Jaman
Wiraga (0-8 th) merupakan periode yang amat penting bagi perkembangan
badan dan pandca indra. (2) Jaman Wicipta (8-16 th) merupakan masa
perkembangan untuk daya-daya jiwa terutama pikiran anak, dan (3) Jaman
wirama (16-24 th): masa untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat di
mana anak mengambil bagian sesuai dengan cita-cita hidupnya.
Selain itu ajaran beliau yang tidak kalah penting adalah yang dikenak sebagai sistem among, yang antara lain berbunyi:
1. Ing ngarso sung tulodho:
Artinya
sebagai pemimpin apabila sedang di depan harus dapat memberi contoh
yang baik, yang meliputi kebaikan budi pekertinya, kepandaiannya, dan
keterampilannya.
2. Ing madyo mangun karso:
Artinya
sebagai pemimpin apabila sedang berada di tengah harus dapat membangun,
bergotong royong bersama dengan orang-orang yang dipimpinnya. Tidak
hanya bisa memerintah, namun juga harus dapat dan mau “tandang gawe”,
yaitu diperintah oleh kemauannya sendiri.
3. Tut wuri Handayani:
Artinya
sebagai pemimpin apabila sedang berada di belakang harus dapat
mendorong dan memberi semangat (nyurung karep) kepada semua
teman-temannya.
Menurut
Ki Hajar rasa cinta, rasa bersatu, perasaan serta keadaan jiwa pada
umumnya, sangat bermanfaat untuk berlangsungnya suatu proses pendidikan.
3. Pandangan Ki Hajar tentang Faktor Pembawaan
Faktor
pembawaan dimaksudkan segala sesuatu yang dibawa sejak anak itu lahir,
yang oleh K.H. Dewantara disebut factor dasar. Factor dalam (pembawaan)
ini meliputi :
a) Pembawaan Phisik
Yakni, bagaimana tentang keadaan tubuh seseorang yang dibawa sejak ia dilahirkan.
Misalnya:
bagaimana
konstitusi atau bentuk tubuhnya, gemuk atau kurus, tinggi atau pendek,
sampai pada jenjang pendeknya leher, besar kecilnya tengkorak, antara
lain:
- susunan urat syaraf, tulang-tulang, otot-otot,
- cacad sejak lahir atau tidak
- mempunyai penyakit keturunan atau tidak
- phisik dapat tumbuh dengan normal atau tidak
- sehat atau sakit-sakitan, dan sebagainya.
b) Pembawaan Kejiwaan (Psikis)
Yakni, bagaimana tentang kejiwaan (kondisi psikis) seseorang sejak dilahirkan.
Misalnya :
- berpembawaan cerdas atau tidak
- IQ-nya tinggi, rendah atau sedang
- Sehat mentalnya atau tidak, mungkin berpenyakit jiwa atau memiliki kelainan-kelainan jiwa, dan sebagainya
- Adakah
potensi (kecakapan-kecakapan) khusus yang perlu dikembangkan: jiwa seni
mengarang, melukis, melawak, menyanyi, dan sebagainya.
Demikian tulisan saya, terimakasih atas perhatian pembaca, dan mohon ada komentar.***
oleh: Soeranto
EmoticonEmoticon