Senin, 06 Agustus 2012

mukjizat nabi MUHAMMAD

Tags
Sebelum masa kenabian

Tradisi Islam banyak menceritakan bahwa pada masa kelahiran dan masa sebelum kenabian, Muhammad SAW sudah diliputi banyak mukjizat. Muhammad SAW dilahirkan pada tanggal 22 April 570 di kalangan keluarga bangsawan Arab, Bani Hasyim. Ibnu Hisyam, dalam Sirah Nabawiyah menuliskan Muhammad SAW memperoleh namanya dari mimpi ibunya, Aminah binti Wahab ketika mengandungnya. Aminah memperoleh mimpi bahwa ia akan melahirkan “pemimpin umat”. Mimpi itu juga yang konon menyuruhnya mengucapkan, “Aku meletakkan dirinya dalam lindungan Yang Maha Esa dari segala kejahatan dan pendengki.” Kisah Aminah dan Abdul Muthalib juga menunjukkan bahwa sejak kecil Muhammad SAW adalah anak yang luar biasa. Berikut ini adalah mukjizat yang terjadi pada saat kelahiran dan masa kecil Muhammad SAW:

* Aminah binti Wahab, ibu Muhammad SAW pada saat mengandung Muhammad SAW tidak pernah merasa lelah seperti wanita pada umumnya.

* Saat melahirkan Muhammad SAW, Aminah binti Wahab tidak merasa sakit seperti wanita sewajarnya.

* Muhammad SAW dilahirkan dalam keadaan sudah berkhitan.

* Pada usia 5 bulan ia sudah pandai berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu berbicara dan pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas bersama anak-anak Halimah yang lain untuk menggembala kambing.

* Halimah binti Abi-Dhua’ib, ibu susuan Muhammad SAW dapat menyusui kembali setelah sebelumnya ia dinyatakan telah kering susunya. Halimah dan suaminya pada awalnya menolak Muhammad SAW karena yatim. Namun, karena alasan ia tidak ingin dicemooh Bani Sa’d, ia menerima Muhammad SAW. Selama dengan Halimah, Muhammad SAW hidup nomaden bersama Bani Sa’d di gurun Arab selama empat tahun.

* Abdul Muthalib, kakek Muhammad SAW menuturkan bahwa berhala yang ada di Ka’bah tiba-tiba terjatuh dalam keadaan bersujud saat kelahiran Muhammad SAW. Ia juga menuturkan bahwa ia mendengar dinding Ka’bah berbicara, “Nabi yang dipilih telah lahir, yang akan menghancurkan orang-orang kafir, dan membersihkan dariku dari beberapa patung berhala ini, kemudian memerintahkan untuknya kepada Zat Yang Merajai Seluruh Alam Ini.”

* Dikisahkan saat Muhammad SAW berusia empat tahun, ia pernah dibedah perutnya oleh dua orang berbaju putih yang terakhir diketahui sebagai malaikat. Peristiwa itu terjadi di ketika Muhammad SAW sedang bermain dengan anak-anak Bani Sa’d dari suku Badui. Setelah kejadian itu, Muhammad SAW dikembalikan oleh Halimah kepada Aminah. Sirah Nabawiyyah, memberikan gambaran terperinci bahwa kedua orang itu, “membelah dadanya, mengambil jantungnya, dan membukanya untuk mengelurkan darah kotor darinya. Lalu mereka mencuci jantung dan dadanya dengan salju.” Peristiwa seperti itu juga terulang 50 tahun kemudian saat Muhammad SAW diisra’kan ke Yerusalem lalu ke Sidratul Muntaha dari Mekkah.

* Dikisahkan pula pada masa kecil Muhammad SAW, ia telah dibimbing oleh Allah. Hal itu mulai tampak setelah ibu dan kakeknya meninggal. Dikisahkan bahwa Muhammad SAW pernah diajak untuk menghadiri pesta dalam tradisi Jahiliyah, namun dalam perjalanan ke pesta ia merasa lelah dan tidur di jalan sehingga ia tidak mengikuti pesta tersebut.

* Pendeta Bahira menuturkan bahwa ia melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad SAW. Muhammad SAW saat itu berusia 12 tahun sedang beristirahat di wilayah Bushra dari perjalannya untuk berdagang bersama Abu Thalib ke Syiria. Pendeta Bahira menceritakan bahwa kedatangan Muhammad SAW saat itu diiringi dengan gumpalan awan yang menutupinya dari cahaya matahari. Ia juga sempat berdialog dengan Muhammad SAW dan menyaksikan adanya sebuah “stempel kenabian” (tanda kenabian) di kulit punggungnya.

* Mukjizat lain adalah Muhammad SAW pernah memperpendek perjalanan. Kisah ini terjadi saat pulang dari Syiria. Muhammad SAW diperintahkan Maisarah membawakan suratnya kepada Khadijah saat perjalanan masih 7 hari dari Mekkah. Namun, Muhammad SAW sudah sampai di rumah Khadijah tidak sampai satu hari. Dalam kitab as-Sab’iyyatun fi Mawadhil Bariyyat, Allah memerintahkan pada malaikat Jibril, Mikail, dan mendung untuk membantu Muhammad SAW. Jibril diperintahkan untuk melipat tanah yang dilalui unta Muhammad SAW dan menjaga sisi kanannya sedangkan Mikail diperintahkan menjaga di sisi kirinya dan mendung diperintahkan menaungi Muhammad SAW.

Pada Masa Kenabian

Kharisma

* Tatapan mata yang menggetarkan Ghaurats bin Harits, yaitu seorang musuh yang sedang menghunus pedang kearah leher Muhammad SAW.
* Menjadikan tangan Abu Jahal kaku.
* Jin yang bernama Muhayr bin Habbar membantu dakwah Muhammad SAW, kemudian jin itu diganti namanya menjadi Abdullah bin Abhar.
Menghilang dan menidurkan musuh

* Menghilang saat akan dibunuh oleh utusan Amr bin at-Thufail dan Ibad bin Qays utusan dari Bani Amr pada tahun 9 Hijriah atau Tahun Utusan
* Menghilang saat akan dilempari batu oleh Ummu Jamil, bibi Muhammad SAW ketika ia duduk di sekitar Ka’bah dengan Abu Bakar.[17]
* Menghilang saat akan dibunuh Abu Jahal dimana saat itu ia sedang shalat.
* Menidurkan 10 pemuda Mekkah yang berencana membunuhnya dengan taburan pasir.
Binatang, tumbuhan, alam dan benda mati

* Seekor srigala berbicara kepada Muhammad SAW .
* Berbicara dengan unta yang lari dari pemiliknya yang menyebabkan masyarakatnya meninggalkan shalat Isya’.
* Berbicara dengan unta pembawa hadiah raja Habib bin Malik untuk membuktikan bahwa hadiah tersebut bukan untuk Abu Jahal melainkan untuk Muhammad SAW. 

* Mengusap kantung susu seekor kambing untuk mengeluarkan susunya yang telah habis.
* Dua Sahabat Nabi SAW dibimbing oleh cahaya.
* Mimbar menangis setelah mendengar bacaan ayat-ayat Allah.
* Pohon kurma dapat berbuah dengan seketika.
* Batang pohon kurma meratap kepada Muhammad SAW .
* Pohon menjadi saksi dan dibuat berbicara kepada Muhammad SAW.
* Berhala-berhala runtuh dengan hanya ditunjuk oleh Muhammad SAW.
* Mendatangkan hujan dan meredakan banjir saat musim kemarau tahun 6 Hijriah di Madinah yang saat itu mengalami kekeringan.
* Berbicara dengan gunung untuk mengelurkan air bagi Uqa’il bin Abi Thalib yang kehausan.
* Berbicara dengan gilingan tepung Fatimah yang takut dijadikan batu-batu neraka.
* Merubah emas hadiah raja Habib bin Malik menjadi pasir di gunung Abi Qubaisy.
* Memerintahkan gilingan tepung untuk berputar dengan sendirinya.
* Tubuh Muhammad SAW memancarkan petir ketika hendak di bunuh oleh Syaibah bin ‘Utsman pda Perang Hunain.

Makanan dan minuman

* Makanan yang di makan oleh Muhammad SAW mengagungkan Nama Allah.
* Makanan sedikit yang bisa dimakan sebanyak 800 orang pada Perang Khandaq.
* Roti sedikit cukup untuk orang banyak.
* Sepotong hati kambing cukup untuk 130 orang.
* Makanan yang dimakan tidak berkurang justru bertambah tiga kali lipat.
* Menjadikan beras merah sebanyak setengah kwintal yang diberikan kepada orang Badui Arab tetap utuh tidak berkurang selama berhari-hari.
* Menjadikan minyak samin Ummu Malik tetap utuh tidak berkurang walau telah diberikan kepada Muhammad SAW.
* Air memancar dari sela-sela jari. Kemudian air itu untuk berwudhu 300 orang sahabat hanya dengan semangkuk air.
* Susu dan kencing unta bisa menyembuhkan penyakit atas izin Allah.
Mendo’akan dan menyembuhkan

* Menyembuhkan betis Ibnu al-Hakam yang terputus pada Perang Badar, kemudian Muhammad SAW meniupnya, lalu sembuh seketika tanpa meresakan sakit sedikit pun.
* Mata Qatadah terluka pada Perang Uhud, sehingga jatuh dari kelopaknya, kemudian oleh Muhammad SAW mata tersebut dimasukkan kembali dan menjadi lebih indah dari sebelumnya.
* Mendo’akan untuk menumbuhkan gigi salah seorang sahabatnya bernama Sabiqah yang rontok sewaktu perang.
* Mendo’akan Anas bin Malik dengan banyak harta dan anak.
* Menyembuhkan daya ingat Abu Hurairah yang pelupa.
* Menyembuhkan penyakit mata Ali bin Abi Thalib saat pemilihan pembawa bendera pemimpin dalam perang Khaibar.
* Menyembuhkan luka gigitan ular yang diderita Abu Bakar dengan ludahnya saat bersembunyi di Gua Tsur dari pengejaran penduduk Mekah.
* Menyembuhkan tangan wanita yang lumpuh dengan tongkatnya.
* Menyambung tangan orang Badui yang tangannya putus setelah dipotong oleh dirinya sendiri setelah menampar Muhammad SAW.
* Mendoakan supaya Kerajaan Kisra hancur, kemudian do’a tersebut dikabulkan.
* Mendoakan Ibnu Abbas menjadi orang yang faqih dalam agama Islam.
Hal ghaib dan ru’yah

* Mengetahui siksa kubur dua orang dalam makam yang dilewatinya karena dua orang tersebut selalu shalat dalam keadaan kotor karena kencingnya selalu mengenai pakaian shalat.
* Mengetahui ada seorang Yahudi yang sedang disiksa dalam kuburnya.
* Meramalkan seorang istrinya ada yang akan menunggangi unta merah, dan disekitarnya ada banyak anjing yang menggonggong dan orang tewas. Hal itu terbukti pada Aisyah pada saat Perang Jamal di wilayah Hawwab yang mengalami kejadian yang diramalkan Muhammad SAW.
* Meramalkan istrinya yang paling rajin bersedekah akan meninggal tidak lama setelahnya dan terbukti dengan meninggalnya Zainab yang dikenal rajin bersedekah tidak lama setelah kematian Muhammad SAW.
* Meramalkan Abdullah bin Abbas akan menjadi “bapak para khalifah” yang terbukti pada keturunah Abdullah bin Abbas yang menjadi raja-raja kekhalifahan Abbasiyah selama 500 tahun.
* Meramalkan umatnya akan terpecah belah menjadi 73 golongan.

Mukjizat terbesar

* Membelah bulan dua kali untuk membuktikan kenabiannya pada penduduk Mekkah.
* Isra ke Masjidil Aqsa dari Masjidil Haram lalu Mi’raj ke Sidratul Muntaha dari Baitul Maqdis tidak sampai satu malam pada tanggal 27 Rajab tahun 11 Hijriah.
* Menerima Al-Qur’an sebagai Firman Tuhan terakhir padahal ia seorang yang buta huruf.
Tapi harap di ingat jika mukjizat dalam artikel di atas belum lengkap dibanding apa yg tertulis dalam kitab hadist yg lengkap & jumlahnya menjumpai 300 kisah mukjizat dari Rasulullah Muhammad SAW baik yg serupa ataupun lainnya.
Tujuan pembuktian ini bukan acuan pada mukjizat di atas, tetapi pada Qur’an sebagai Firman ALLAH & mengapa disebut Mukjizat terbesar sepanjang masa. Terima kasih kepada yang menyampaikan ilmu ini kepada penulis. Semoga bermanfaat

Sabtu, 04 Agustus 2012

Tags

Ikhwan A : “Antum shalat tarawihnya dimana?” Ikhwan B : “Ana shalatnya di masjid dekat rumah ana.”
Ikhwan A : “Itu kan jumlahnya 23 rakaat?!”
Ikhwan B : “Iya 23 rakaat, emang kenapa?”
Ikhwan A : “Shalat Tarawihnya gak nyunnah!…gak ada dalilnya… Antum koq mau saja shalat tarawihnya disitu?”
Ikhwan B : “Kalau antum shalatnya dimana? Memangnya di daerah kita ada masjid yang shalatnya 11 rakaat?”
Ikhwan A : “Ana shalat tarawihnya di rumah, biar bisa shalat 11 rakaat.”

Ikhwan B : “Justru shalat tarawih yang sendirian itu (di rumah) yang tidak nyunnah. Bukankah shalat tarawih itu sunnahnya dikerjakan secara berjamaah di masjid?? Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Orang yang shalat tarawih mengikuti imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR. At Tirmidzi, no. 734, Ibnu Majah, no. 1317, Ahmad, no. 20450)”

Ikhwan A : “soalnya di daerah kita tidak ada masjid yang shalatnya 11 rakaat. Lagipula dulu Rasulullah shalat tarawih berjamaahnya hanya diawal bulan dan di akhir bulan saja, seterusnya beliau shalat di rumah sendirian.”
Ikhwan B : “Rasulullah shalat di rumah sendirian karena ada alasannya seperti yang disebutkan dalam hadits, yaitu khawatir shalat tarawih akan diwajibkan untuk umatnya. Seperti sabda beliau shalallahu alaihi wasallam: ‘…Namun aku khawatir kalau shalat itu akhirnya menjadi wajib atas diri kalian sehingga kalian tak sanggup melakukannya.’ (HR: Bukhari dan Muslim). Lagipula shalat tarawih berjamaah mulai rutin dilakukan atas ijtihadnya Umar bin al Khaththab, bukankan Umar adalah Khulafaur Rasyidin, dan ijtihadnya Khulafaur Rasyidin juga termasuk Sunnah?? Seperti disabda beliau, ‘…Maka, hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4607; At-Tirmidzi no. 2676; Ahmad 4/126-127;)”
Ikhwan A : “Iya…ana tahu kalau shalat tarawih berjamaah itu adalah sunnah, tapi yang jadi permasalahan sekarang ini adalah jumlah bilangannya. Daripada ana shalat 23 rakaat yang tidak ada sunnahnya, lebih baik ana shalat sendirian dengan 11 rakaat biar sesuai sunnah. Seandainya ada masjid di daerah kita yang 11 rakaat, ana pasti akan shalat berjamaah disitu, tapi buktinya belum ada masjid yang shalatnya 11 rakaat. Bagaimana donk??”
Ikhwan B : “Memang benar bahwa shalat tarawih 11 rakaat itu sunnah, tapi shalat dengan jumlah 23 rakaat itu juga dibolehkan.”
Ikhwan A : “Kalau shalat 23 rakaat itu dibolehkan, mana dalilnya?”
Ikhwan B : “Dalilnya, Umar pernah shalat tarawih 23 rakaat. Riwayat ini dishahihkan oleh Imam AlNawawi, Al Zaila’i, Al Aini, Ibn Al Iraqi, Al Subkhi, As Suyuthi, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, dan lain-lain.”
Ikhwan A : “Ana mintanya dalil dari Rasulullah. Apakah Rasulullah pernah shalat tarawih 23 rakaat.”
Ikhwan B : “Hmm…memang Rasulullah tidak pernah shalat tarawih dengan 23 rakaat, karena hadits2 tentang tarawihnya Nabi sebanyak 23 rakaat tidak ada yang shahih.”
Ikhwan A : “Nah kalau Nabi tidak pernah shalat tarawih 23 rakaat, lantas kenapa antum membolehkan shalat tarawih 23 rakaat?”
Ikhwan B : “Karena hukum asalnya shalat tarawih itu tidak dibatasi bilangannya. Seperti hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika engkau khawatir akan datangnya fajar maka shalatlah 1 rakaat agar jumlah rakaatnya ganjil’. (Muttafaqun ‘ilaihi). Hadits ini mutlak menjelaskan bahwa bilangan shalat malam itu tidak dibatasi, berapa saja dibolehkan, selama belum masuk waktu fajar. Makanya Umar dan para Salaf melakukan shalat tarawih dengan bilangan yang bermacam-macam.”
Ikhwan A : “Mana yang lebih baik, yang dilakukan Nabi atau yang dilakukan oleh Umar atau orang lain?”
Ikhwan B : “Jelas yang lebih baik adalah yang dilakukan Nabi shalallahu alaihi wasallam.”
Ikhwan A : “Kalau yang dilakukan Nabi adalah lebih baik, ya sudah…cukup shalat tarawih dengan 11 rakaat, tidak perlu ditambah-tambah. Padahal dalam hadits ‘Aisyah sudah jelas disebutkan, ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang qiyamul lailnya Rasul pada bulan Ramadhan, ia menjawab: ”Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada bulan lainnya. lebih dari sebelas raka’at. (HR Bukhari, Muslim).”
Ikhwan B : “Baiklah…ana mau tanya…antum shalat tarawih di rumah berapa lama? dan kira-kira selesai jam berapa shalatnya?”
Ikhwan A : “Ana shalat tarawih 11 rakaat lamanya sekitar 1 jam. Paling-paling selesai shalatnya sekitar jam 20.30 atau jam 21.00 malam.”
Ikhwan B : “Kalau dilihat dari dalil, shalat yang antum lakukan juga tidak sesuai dengan yang Nabi lakukan, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam tidak pernah shalat malam (tarawih) secepat itu. Nabi shalat tarawih 11 rakaat dengan membaca bacaan yang panjang, sehingga selesai shalatnya hampir menjelang waktu sahur. Dalilnya antara lain:
Hadits Nu’man bin Basyir, ia berkata: “Kami melaksanakan qiyamul lail (tarawih) bersama Rasulullah pada malam 23 bulan Ramadhan, sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan (berakhir) sampai separoh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” (HR. Nasa’i, Ahmad, Al Hakim. (hadits ini) shahih).
Hadits Abu Dzar,ia berkata: “…Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapat falah. Saya (perawi) bertanya, apa itu falah? Dia (Abu Dzar) berkata, “Sahur.”(HR Nasai, Tirmidzi, Ibn Majah, AbuDaud, Ahmad. (hadits ini) shahih).”

Ikhwan A : “Tapi bukankah dibolehkan juga shalat malam dengan bacaan yang pendek atau singkat?!”
Ikhwan B : “Iya… Walaupun Nabi shalat tarawihnya dengan bacaan yang panjang dan selesainya hampir menjelang sahur, namun dibolehkan juga shalat tarawih dengan bacaan yang pendek. Begitu juga dengan shalat tarawih 23 rakaat. Walaupun Nabi shalatnya 11 rakaat, namun dibolehkan juga shalat tarawih dengan 23 rakaat atau lebih dari itu, karena hukum asalnya tidak dibatasi bilangannya. Apalagi hadits tentang shalat tarawihnya Nabi yang 11 rakaat bukan merupakan perintah dari Nabi, melainkan hanya perbuatan Nabi saja yang tidak menunjukkan makna wajib.
Imam Syafi’i berkata mengenai jumlah bilangan shalat tarawih, setelah meriwayatkan shalat di Mekkah 23 raka’at dan di Madinah 39 raka’at berkomentar, “Seandainya mereka memanjangkan bacaan dan menyedikitkan bilangan sujudnya, maka itu bagus. Dan seandainya mereka memperbanyak sujud dan meringankan bacaan, maka itu juga bagus; tetapi yang pertama lebih aku sukai.” (Fathul Bari, 4/253).
Ibn Hibban (wafat 354 H) berkata, “Sesungguhnya tarawih itu pada mulanya adalah 11 raka’at dengan bacaan yang sangat panjang hingga memberatkan mereka. Kemudian mereka meringankan bacaan dan menambah bilangan raka’at, menjadi 23 raka’at dengan bacaan sedang. Setelah itu mereka meringankan bacaan dan menjadikan tarawih dalam 36 raka’at tanpa witr.” (Fiqhus Sunnah, 1/174)
Ibn Taimiyah berkata, “Ia boleh shalat tarawih 20 raka’at sebagaimana yang mashur dalam madzhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 raka’at sebagaimana yang ada dalam madzhab Malik. Boleh shalat 11 raka’at, 13 raka’at. Semuanya baik. Jadi banyaknya raka’at atau’ sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya.”(Majmu’ Al Fatawa, 23/113)

Ikhwan A : “Hmm…..”
Ikhwan B : “Bukankah seseorang yang bermanhaj Salaf seperti kita -insya Allah- hendaknya memahami dalil sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih? Jika makna hadits ‘Aisyah yang antum sebutkan tadi maknanya seperti yang antum pahami (tidak boleh shalat tarawih lebih dari 11 atau 13 rakaat), niscaya para Salafush Shalih tidak akan ada yang berani menambahkan bilangan shalat tarawih lebih dari 11 atau 13 rakaat. Namun kenyataannya mereka semua (Salafush Shalih) banyak yang menambahkan bilangan shalat tarawih, ada yang 23 rakaat, 29 rakaat, 39 rakaat, 41 rakaat, 49 rakaat, dll. Berarti yang salah dalam memahami hadits ‘Aisyah tersebut mereka (Salafush Shalih) atau antum atau ustadz antum?”
Ikhwan A : “Hmmm….baiklah…antum benar insya Allah…Tapi jika ana shalat tarawih di masjid yang 23 rakaat, bolehkah ketika Imam sudah masuk rakaat ke 8 atau ke 10 maka ana pulang ke rumah untuk meneruskannya di rumah, agar ana tetap bisa shalat tarawih 11 rakaat??”
Ikhwan B : “Ini menyangkut perkara boleh atau tidaknya. Ana katakan hal itu adalah boleh saja…bahkan seandainya antum tidak shalat tarawih sama sekali, maka itu juga boleh karena hukum shalat tarawih hanyalah sunnah (tidak wajib), namun antum tidak mendapatkan keutamaan (sunnah) dari shalat tarawih. Begitu juga jika antum pulang ke rumah jika Imam sudah masuk bilangan ke 8 atau ke 10 rakaat, maka hal itu boleh, tapi….”
Ikhwan A : “Tapi apa?”
Ikhwan B : “…Tapi antum tidak mendapatkan keutamaan seperti yang disebutkan dalam hadits yang ana sebutkan sebelumnya, yaitu: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Orang yang shalat tarawih mengikuti imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR. At Tirmidzi, no. 734, Ibnu Majah, no. 1317, Ahmad, no. 20450). Berhubung antum pulang ke rumah sebelum shalat selesai dan tidak mengikuti Imam sampai selesai shalat, maka antum tidak mendapat keutamaan hadits tersebut (yaitu ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk). Wallahu a’lam.”
=== SELESAI ===

DOA HARIAN BULAN ROMADHAN fersi B. Iandonesia

Tags

Doa Harian Bulan Ramadhan
Doa Ramadhan Hari Ke 1 Doa Ramadhan Hari Ke 2
Yaa Allah! Jadikanlah Puasaku sebagai puasa orang-orang yang benar-benar berpuasa. Dan Ibadah Malamku Sebagai Ibadah Orang-Orang Yang benar-benar Melakukan Ibadah Malam. Dan Jagalah aku Dari Tidurnya Orang-Orang Yang Lalai. Hapuskanlah Dosaku... Wahai Tuhan Sekalian Alam!! Dan Ampunilah aku, Wahai Pengampun Para Pembuat Dosa. Yaa Allah! Dekatkanlah aku Kepada Keridhoan-Mu Dan Jauhkanlah aku Dan Kemurkaan Serta Balasan-Mu. Berilah aku Kemampuan Untuk Membaca Ayat-Ayat-Mu Dengan Rahmat-Mu, Wahai Maha Pengasih Dari Semua Pengasih!!
Doa Ramadhan Hari Ke 3 Doa Ramadhan Hari Ke 4
Yaa Allah! Berikanlah aku Rezki Akal Dan Kewaspadaan Dan Jauhkanlah aku Dari Kebodohan Dan Kesesatan. Sediakanlah Bagian Untukku Dari Segala Kebaikan Yang Kau Turunkan, Demi Kemurahan-Mu, Wahai Dzat Yang Maha Dermawan Dari Semua Dermawan! Yaa Allah! Berikanlah Kekuatan Kepadaku, Untuk Menegakkan Perintah-Perintah-Mu, Dan Berilah aku Manisnya Berdzikir Mengingat-Mu. Berilah aku Kekuatan Untuk Menunaikan Syukur Kepada-Mu, Dengan Kemuliaan-Mu. Dan Jagalah aku Dengan Penjagaan-Mu Dan Perlindungan-Mu, Wahai Dzat Yang Maha Melihat.
Doa Ramadhan Hari Ke 5 Doa Ramadhan Hari Ke 6
Yaa Allah! Jadikanlah aku Diantara Orang-Orang Yang Memohon Ampunan, Dan Jadikanlah aku Sebagai Hamba-Mu Yang shalih Dan Setia Serta Jadikanlah aku Diantara Auliya'-Mu Yang Dekat Disisi-Mu, Dengan Kelembutan-Mu, Wahai Dzat Yang Maha Pengasih diantara Semua Pengasih. Yaa Allah! Janganlah Engkau Hinakan aku Karena Perbuatan Maksiat Terhadap-Mu, Dan Janganlah Engkau Pukul aku Dengan Cambuk Balasan-Mu. Jauhkanlah aku Dari Hal-Hal Yang Dapat Menyebabkan Kemurkaan-Mu, Dengan Anugerah Dan Bantuan-Mu, Wahai Puncak Keinginan Orang-Orang Yang Berkeinginan!
Doa Ramadhan Hari Ke 7 Doa Ramadhan Hari Ke 8
Yaa Allah! Bantulah aku Untuk Melaksanakan Puasanya, Dan Ibadah Malamnya. Jauhkanlah aku Dari Kelalaian Dan Dosa-Dosa Nya. Dan Berikanlah aku Dzikir Berupa Dzikir Mengingat-Mu Secara Berkesinambungan, Dengan Taufiq-Mu, Wahai Pemberi Petunjuk Orang-Orang Yang Sesat. Yaa Allah! Berilah aku Rezki Berupa Kasih Sayang Terhadap Anak-Anak Yatim Dan Pemberian Makan, Serta Penyebaran Salam, Dan Pergaulan Dengan Orang-Orang Mulia, Dengan Kemuliaan-Mu, Wahai Tempat Berlindung Bagi Orang-Orang Yang Berharap
Doa Ramadhan Hari Ke 9 Doa Ramadhan Hari Ke 10
Yaa Allah! Sediakanlah Untukku Sebagian Dari Rahmat-Mu Yang Luas, Dan Berikanlah aku Petunjuk Kepada Ajaran-AjaranMu Yang Terang, Dan Bimbinglah aku Menuju Kepada Kerelaan-Mu Yang Penuh Dengan Kecintaan-Mu, Wahai Harapan Orang-Orang Yang Rindu. Yaa Allah! Jadikanlah aku Diantara Orang-Orang Yang Bertawakkal Kepada-Mu, Dan Jadikanlah aku Diantara Orang-Orang Yang Menang Disisi-Mu, Dan Jadikanlah aku Diantara Orang-Orang Yang Dekat Kepada-Mu Dengan Ihsan-Mu, Wahai Tujuan Orang-Orang Yang Memohon.
Doa Ramadhan Hari Ke 11 Doa Ramadhan Hari Ke 12
Yaa Allah! Tanamkanlah Dalam Diriku Kecintaan Kepada Perbuatan Baik, Dan Tanamkanlah Dalam Diriku Kebencian Terhadap Kemaksiatan Dan Kefasikan. Jauhkanlah Dariku Kemurkaan-Mu Dan Api Neraka Dengan Pertolongan-Mu, Wahai Penolong Orang-Orang Yang Meminta Pertolongan. Yaa Allah! Hiasilah Diriku Dengan Penutup Dan Kesucian. Tutupilah Diriku Dengan Pakaian Qana'ah Dan Kerelaan. Tempatkanlah aku Di Atas Jalan Keadilan Dan Sikap Tulus. Amankanlah Diriku Dari Setiap Yang aku Takuti Dengan Penjagaan-Mu, Wahai Penjaga Orang-Orang Yang Takut.
Doa Ramadhan Hari Ke 13 Doa Ramadhan Hari Ke 14
Yaa Allah! Sucikanlah Diriku Dari Kekotoran Dan Kejelekan. Berilah Kesabaran Padaku Untuk Menerima Segala Ketentuan. Dan Berilah Kemampuan Kepadaku Untuk Bertaqwa, Dan Bergaul Dengan Orang-Orang Yang Baik Dengan Bantuan-Mu, Wahai Dambaan Orang-Orang Miskin. Yaa Allah! Janganlah. Engkau Hukum Aku, Karena Kekeliruan Yang kulakukan. Dan Ampunilah aku Dari Kesalahan-Kesalahan Dan Kebodohan. Janganlah Engkau Jadikan Diriku Sebagai Sasaran Bala' Dan Malapetaka Dengan Kemuliaan-Mu, Wahai Kemuliaan Kaum Muslimin.
Doa Ramadhan Hari Ke 15 Doa Ramadhan Hari Ke 16
Yaa Allah! Berilah aku Rezki Berupa Ketaatan Orang-Orang Yang Khusyu'. Dan Lapangkanlah Dadaku Dengan Taubatnya Orang-Orang Yang Menyesal, Dengan Keamanan-Mu, Wahai Keamanan Untuk Orang-Orang Yang Takut. Yaa Allah! Berilah aku Kemampuan Untuk Hidup Sebagaimana Kehidupan Orang-Orang Yang Baik. Dan Jauhkanlah aku Dari Kehidupan Bersama Orang-Orang Yang Jahat. Dan Naungilah aku Dengan Rahmat-Mu Hingga Sampai Kepada Alam Akhirat. Demi Ketuhanan-Mu Wahai Tuhan Seru Sekalian Alam.
Doa Ramadhan Hari Ke 17 Doa Ramadhan Hari Ke 18
Yaa Allah! Tunjukkanlah aku Kepada Amal Kebajikan Dan Penuhilah Hajat Serta Cita-Citaku. Wahai Yang Maha Mengetahui Keperluan, Tanpa Pengungkapan Permohonan. Wahai Yang Maha Mengetahui Segala Yang Ada Didalam Hati Seluruh Isi Alam. Sholawat Atas Muhammad Dan Keluarganya Yang Suci. Yaa Allah! Sedarkanlah aku Akan Berkah-Berkah Yang Terdapat Di Saat Saharnya. Dan Sinarilah Hatiku Dengan Terang Cahayanya Dan Bimbinglah aku Dan Seluruh Anggota Tubuhku Untuk Dapat Mengikuti Ajaran-Ajarannya, Demi Cahaya-Mu Wahai Penerang Hati Para Arifin.
Doa Ramadhan Hari Ke 19 Doa Ramadhan Hari Ke 20
Yaa Allah! Penuhilah Bagianku Dengan Berkah-Berkahnya, Dan Mudahkanlah Jalanku Menuju Kebaikan-Kebaikannya. Janganlah Kau Jauhkan aku Dari Ketertedmaan Kebaikan-Kebaikannya, Wahai Pembed Petunjuk Kepada Kebenaran Yang Terang. Yaa Allah! Bukakanlah Bagiku Pintu-Pintu Sorga Dan Tutupkanlah Bagiku Pintu-Pintu Neraka, Dan Berikanlah Kemampuan Padaku Untuk Membaca Ai-Quran Wahai Penurun Ketenangan Di Dalam Hati Orang-Orang Mu'min.
Doa Ramadhan Hari Ke 21 Doa Ramadhan Hari Ke 22
Yaa Allah! Berilah aku Petunjuk Menuju Kepada Keridhoan-Mu. Dan Janganlah Engkau Bed Jalan Kepada Setan Untuk Menguasaiku. Jadikanlah Sorga Bagiku Sebagai Tempat Tinggal Dan Peristirahatan, Wahai Pemenuh Keperluan Orang-Orang Yang Meminta. Yaa Allah! Bukakanlah Bagiku Pintu-Pintu Karunia-Mu, Turunkan Untukku Berkah-Berkah Mu. Berilah Kemampuan Untukku Kepada Penyebab-Penyebab Keridhoan-Mu, Dan Tempatkanlah aku Di Dalam Sorga-Mu Yang Luas, Wahai Penjawab Doa Orang-Orang Yang Dalam Kesempitan.
Doa Ramadhan Hari Ke 23 Doa Ramadhan Hari Ke 24
Yaa Allah! Sucikanlah aku Dari Dosa-Dosa, Dan Bersihkanlah Diriku Dari Segala Aib. Tanamkanlah Ketaqwaan Di Dalam Hatiku, Wahai Penghapus Kesalahan Orang-Orang Yang Berdosa. Yaa Allah! aku Memohon Kepada-Mu Hal-Hal Yang Mendatangkan Keridhoan-Mu, Dan aku Berlindung Dengan-Mu Dan Hal-Hal Yang Mendatangkan Kemarahan-Mu, Dan aku Memohon Kepada-Mu Kemampuan Untuk Mentaati-Mu Serta Menghindari Kemaksiatan Terhadap-Mu, Wahai Pemberi Para Peminta.
Doa Ramadhan Hari Ke 25 Doa Ramadhan Hari Ke 26
Yaa Allah! Jadikanlah aku Orang-Orang Yang Menyintai Auliya-Mu Dan Memusuhi Musuh-Musuh Mu. Jadikanlah aku Pengikut Sunnah-Sunnah Penutup Nabi-Mu, Wahai Penjaga Hati Para Nabi. Yaa Allah! Jadikanlah Usahaku Sebagai Usaha Yang Di syukuri, Dan Dosa-Dosaku Di ampuni, Amal Perbuatanku Diterima, Dan Seluruh Aibku Di tutupi, Wahai Maha Pendengar Dan Semua Yang Mendengar.
Doa Ramadhan Hari Ke 27 Doa Ramadhan Hari Ke 28
Yaa Allah! Rizkikanlah Kepadaku Keutamaan Lailatul Qadr, Dan Ubahlah Perkara-Perkaraku Yang Sulit Menjadi Mudah. Terimalah Permintaan Maafku, Dan Hapuskanlah Dosa Dan Keslahanku, Wahai Yang Maha Penyayang Terhadap Hamba-HambaNya Yang shalih. Yaa Allah! Penuhkanlah Hidupku Dengan Amalan-Amalan Sunnah, Dan Muliakanlah aku Dengan Terkabulnya Semua Permintaan. Dekatkanlah Perantaraanku Kepada-Mu Diantara Semua Perantara, Wahai Yang Tidak Tersibukkan Oleh Permintaan Orang-Orang Yang Meminta.
Doa Ramadhan Hari Ke 29 Doa Ramadhan Hari Ke 30
Yaa Allah! Liputilah aku Dengan Rahmat Dan Berikanlah Kepadaku Taufiq Dan Penjagaan. Sucikanlah Hatiku Dan Noda-Noda Fitnah Wahai Pengasih Terhadap Hamba-HambaNya Yang Mu'min. Yaa Allah! Jadikanlah Puasaku Disertai Dengan Syukur Dan Penerima Di Atas Jalan Keridhoan-Mu Dan Keridhoan Rasul. Cabang-Cabangnya Kokoh Dan Kuat Berkat Pokok-Pokoknya, Demi Kenabian Muhammad Dan Keluarganya Yang Suci, Dan Segala Puji Bagi Allah Tuhan Sekalian
Marhaban ya Ramadhan, semoga bermanfaat. Sudah punya koleksi koleksi ucapan sms Ramadhan?

DIALOG SHOLAT TARAWIH

Tags

Ikhwan A : “Antum shalat tarawihnya dimana?” Ikhwan B : “Ana shalatnya di masjid dekat rumah ana.”
Ikhwan A : “Itu kan jumlahnya 23 rakaat?!”
Ikhwan B : “Iya 23 rakaat, emang kenapa?”
Ikhwan A : “Shalat Tarawihnya gak nyunnah!…gak ada dalilnya… Antum koq mau saja shalat tarawihnya disitu?”
Ikhwan B : “Kalau antum shalatnya dimana? Memangnya di daerah kita ada masjid yang shalatnya 11 rakaat?”
Ikhwan A : “Ana shalat tarawihnya di rumah, biar bisa shalat 11 rakaat.”

Ikhwan B : “Justru shalat tarawih yang sendirian itu (di rumah) yang tidak nyunnah. Bukankah shalat tarawih itu sunnahnya dikerjakan secara berjamaah di masjid?? Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Orang yang shalat tarawih mengikuti imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR. At Tirmidzi, no. 734, Ibnu Majah, no. 1317, Ahmad, no. 20450)”

Ikhwan A : “soalnya di daerah kita tidak ada masjid yang shalatnya 11 rakaat. Lagipula dulu Rasulullah shalat tarawih berjamaahnya hanya diawal bulan dan di akhir bulan saja, seterusnya beliau shalat di rumah sendirian.”
Ikhwan B : “Rasulullah shalat di rumah sendirian karena ada alasannya seperti yang disebutkan dalam hadits, yaitu khawatir shalat tarawih akan diwajibkan untuk umatnya. Seperti sabda beliau shalallahu alaihi wasallam: ‘…Namun aku khawatir kalau shalat itu akhirnya menjadi wajib atas diri kalian sehingga kalian tak sanggup melakukannya.’ (HR: Bukhari dan Muslim). Lagipula shalat tarawih berjamaah mulai rutin dilakukan atas ijtihadnya Umar bin al Khaththab, bukankan Umar adalah Khulafaur Rasyidin, dan ijtihadnya Khulafaur Rasyidin juga termasuk Sunnah?? Seperti disabda beliau, ‘…Maka, hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4607; At-Tirmidzi no. 2676; Ahmad 4/126-127;)”
Ikhwan A : “Iya…ana tahu kalau shalat tarawih berjamaah itu adalah sunnah, tapi yang jadi permasalahan sekarang ini adalah jumlah bilangannya. Daripada ana shalat 23 rakaat yang tidak ada sunnahnya, lebih baik ana shalat sendirian dengan 11 rakaat biar sesuai sunnah. Seandainya ada masjid di daerah kita yang 11 rakaat, ana pasti akan shalat berjamaah disitu, tapi buktinya belum ada masjid yang shalatnya 11 rakaat. Bagaimana donk??”
Ikhwan B : “Memang benar bahwa shalat tarawih 11 rakaat itu sunnah, tapi shalat dengan jumlah 23 rakaat itu juga dibolehkan.”
Ikhwan A : “Kalau shalat 23 rakaat itu dibolehkan, mana dalilnya?”
Ikhwan B : “Dalilnya, Umar pernah shalat tarawih 23 rakaat. Riwayat ini dishahihkan oleh Imam AlNawawi, Al Zaila’i, Al Aini, Ibn Al Iraqi, Al Subkhi, As Suyuthi, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, dan lain-lain.”
Ikhwan A : “Ana mintanya dalil dari Rasulullah. Apakah Rasulullah pernah shalat tarawih 23 rakaat.”
Ikhwan B : “Hmm…memang Rasulullah tidak pernah shalat tarawih dengan 23 rakaat, karena hadits2 tentang tarawihnya Nabi sebanyak 23 rakaat tidak ada yang shahih.”
Ikhwan A : “Nah kalau Nabi tidak pernah shalat tarawih 23 rakaat, lantas kenapa antum membolehkan shalat tarawih 23 rakaat?”
Ikhwan B : “Karena hukum asalnya shalat tarawih itu tidak dibatasi bilangannya. Seperti hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika engkau khawatir akan datangnya fajar maka shalatlah 1 rakaat agar jumlah rakaatnya ganjil’. (Muttafaqun ‘ilaihi). Hadits ini mutlak menjelaskan bahwa bilangan shalat malam itu tidak dibatasi, berapa saja dibolehkan, selama belum masuk waktu fajar. Makanya Umar dan para Salaf melakukan shalat tarawih dengan bilangan yang bermacam-macam.”
Ikhwan A : “Mana yang lebih baik, yang dilakukan Nabi atau yang dilakukan oleh Umar atau orang lain?”
Ikhwan B : “Jelas yang lebih baik adalah yang dilakukan Nabi shalallahu alaihi wasallam.”
Ikhwan A : “Kalau yang dilakukan Nabi adalah lebih baik, ya sudah…cukup shalat tarawih dengan 11 rakaat, tidak perlu ditambah-tambah. Padahal dalam hadits ‘Aisyah sudah jelas disebutkan, ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang qiyamul lailnya Rasul pada bulan Ramadhan, ia menjawab: ”Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada bulan lainnya. lebih dari sebelas raka’at. (HR Bukhari, Muslim).”
Ikhwan B : “Baiklah…ana mau tanya…antum shalat tarawih di rumah berapa lama? dan kira-kira selesai jam berapa shalatnya?”
Ikhwan A : “Ana shalat tarawih 11 rakaat lamanya sekitar 1 jam. Paling-paling selesai shalatnya sekitar jam 20.30 atau jam 21.00 malam.”
Ikhwan B : “Kalau dilihat dari dalil, shalat yang antum lakukan juga tidak sesuai dengan yang Nabi lakukan, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam tidak pernah shalat malam (tarawih) secepat itu. Nabi shalat tarawih 11 rakaat dengan membaca bacaan yang panjang, sehingga selesai shalatnya hampir menjelang waktu sahur. Dalilnya antara lain:
Hadits Nu’man bin Basyir, ia berkata: “Kami melaksanakan qiyamul lail (tarawih) bersama Rasulullah pada malam 23 bulan Ramadhan, sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan (berakhir) sampai separoh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” (HR. Nasa’i, Ahmad, Al Hakim. (hadits ini) shahih).
Hadits Abu Dzar,ia berkata: “…Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapat falah. Saya (perawi) bertanya, apa itu falah? Dia (Abu Dzar) berkata, “Sahur.”(HR Nasai, Tirmidzi, Ibn Majah, AbuDaud, Ahmad. (hadits ini) shahih).”

Ikhwan A : “Tapi bukankah dibolehkan juga shalat malam dengan bacaan yang pendek atau singkat?!”
Ikhwan B : “Iya… Walaupun Nabi shalat tarawihnya dengan bacaan yang panjang dan selesainya hampir menjelang sahur, namun dibolehkan juga shalat tarawih dengan bacaan yang pendek. Begitu juga dengan shalat tarawih 23 rakaat. Walaupun Nabi shalatnya 11 rakaat, namun dibolehkan juga shalat tarawih dengan 23 rakaat atau lebih dari itu, karena hukum asalnya tidak dibatasi bilangannya. Apalagi hadits tentang shalat tarawihnya Nabi yang 11 rakaat bukan merupakan perintah dari Nabi, melainkan hanya perbuatan Nabi saja yang tidak menunjukkan makna wajib.
Imam Syafi’i berkata mengenai jumlah bilangan shalat tarawih, setelah meriwayatkan shalat di Mekkah 23 raka’at dan di Madinah 39 raka’at berkomentar, “Seandainya mereka memanjangkan bacaan dan menyedikitkan bilangan sujudnya, maka itu bagus. Dan seandainya mereka memperbanyak sujud dan meringankan bacaan, maka itu juga bagus; tetapi yang pertama lebih aku sukai.” (Fathul Bari, 4/253).
Ibn Hibban (wafat 354 H) berkata, “Sesungguhnya tarawih itu pada mulanya adalah 11 raka’at dengan bacaan yang sangat panjang hingga memberatkan mereka. Kemudian mereka meringankan bacaan dan menambah bilangan raka’at, menjadi 23 raka’at dengan bacaan sedang. Setelah itu mereka meringankan bacaan dan menjadikan tarawih dalam 36 raka’at tanpa witr.” (Fiqhus Sunnah, 1/174)
Ibn Taimiyah berkata, “Ia boleh shalat tarawih 20 raka’at sebagaimana yang mashur dalam madzhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 raka’at sebagaimana yang ada dalam madzhab Malik. Boleh shalat 11 raka’at, 13 raka’at. Semuanya baik. Jadi banyaknya raka’at atau’ sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya.”(Majmu’ Al Fatawa, 23/113)

Ikhwan A : “Hmm…..”
Ikhwan B : “Bukankah seseorang yang bermanhaj Salaf seperti kita -insya Allah- hendaknya memahami dalil sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih? Jika makna hadits ‘Aisyah yang antum sebutkan tadi maknanya seperti yang antum pahami (tidak boleh shalat tarawih lebih dari 11 atau 13 rakaat), niscaya para Salafush Shalih tidak akan ada yang berani menambahkan bilangan shalat tarawih lebih dari 11 atau 13 rakaat. Namun kenyataannya mereka semua (Salafush Shalih) banyak yang menambahkan bilangan shalat tarawih, ada yang 23 rakaat, 29 rakaat, 39 rakaat, 41 rakaat, 49 rakaat, dll. Berarti yang salah dalam memahami hadits ‘Aisyah tersebut mereka (Salafush Shalih) atau antum atau ustadz antum?”
Ikhwan A : “Hmmm….baiklah…antum benar insya Allah…Tapi jika ana shalat tarawih di masjid yang 23 rakaat, bolehkah ketika Imam sudah masuk rakaat ke 8 atau ke 10 maka ana pulang ke rumah untuk meneruskannya di rumah, agar ana tetap bisa shalat tarawih 11 rakaat??”
Ikhwan B : “Ini menyangkut perkara boleh atau tidaknya. Ana katakan hal itu adalah boleh saja…bahkan seandainya antum tidak shalat tarawih sama sekali, maka itu juga boleh karena hukum shalat tarawih hanyalah sunnah (tidak wajib), namun antum tidak mendapatkan keutamaan (sunnah) dari shalat tarawih. Begitu juga jika antum pulang ke rumah jika Imam sudah masuk bilangan ke 8 atau ke 10 rakaat, maka hal itu boleh, tapi….”
Ikhwan A : “Tapi apa?”
Ikhwan B : “…Tapi antum tidak mendapatkan keutamaan seperti yang disebutkan dalam hadits yang ana sebutkan sebelumnya, yaitu: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Orang yang shalat tarawih mengikuti imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR. At Tirmidzi, no. 734, Ibnu Majah, no. 1317, Ahmad, no. 20450). Berhubung antum pulang ke rumah sebelum shalat selesai dan tidak mengikuti Imam sampai selesai shalat, maka antum tidak mendapat keutamaan hadits tersebut (yaitu ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk). Wallahu a’lam.”
=== SELESAI ===

RINGKASAN ILMU TAJWID

Tags

1. HUKUM NUN MATI 
- Izh-har Halqi, yaitu pembacaan nun mati atau tanwin yang sesuai makhroj-nya (tidak di-ghunnah-kan) apabila bertemu dengan salah satu huruf izhhar.
Huruf-huruf izhhar adalah : ء ـ ة ـ ع ـ ح ـ غ ـ خ
Contoh-contoh izhhar:
مِنْ هَادٍِ ـ مِنْ عِلْمٍِ ـ عَيْنٍِ ءانِيَةٍِ ـ فَرِيْقًَا هَدَى ـ يَنْهَوْنَ ـ أَنْعَمْتَ

- Idgham, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin secara lebur ketika bertemu huruf-huruf idgham, atau pengucapan dua huruf seperti dua huruf yang di-tasydid-kan. Ketentuan ini berlaku ketika pertemuan nun mati dengan huruf idgham dalam dua kata yang terpisah. Idgham dibagi dua yaitu:
> Idgham bil ghunnah atau ma’al ghunnah (yang harus digunakan)
> Idgham bila ghunnah (yang tidak boleh digunakan)
Huruf-huruf idgham bil ghunnah : ي ـ ن ـ م ـ و
Huruf-huruf idgham bila ghunnah : ل ـ ر
Contoh-contoh idgham :
أَنْ يَضْرِبَ ـ خَيْرًا يَرَاهُ ـ مَالاًَ لُّبَدًا ـ أن لَّمْ
Dikecualikan empat kata yang tidak boleh dibaca sesuai dengan kaidah ini, karena pertemuan nun mati dengan huruf idgham dalam satu kata. Cara membacanya harus jelas dan disebut izhhar muthlaq, yaitu:
الدُّنْيَا ـ بُنْيَانْ ـ قِنْوَانْ ـ صِنْوَانْ
- Iqlab, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin yang bertemu dengan huruf ba’ yang berubah menjadi mim dan disertai dengan ghunnah.
Contoh-contoh iqlab: أَن بُوْرِكَ ـ يَنْبُوْعً ـ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ
- Ikhfa’ Haqiqi, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin ketika bertemu dengan huruf-huruf ikhfa’ memiliki sifat antara izhhar dan idgham dengan disertai ghunnah. Huruf-huruf ikhfa’ berjumlah 15, yaitu:
ص ـ ذ ـ ث ـ ك ـ ج ـ ش ـ ق ـ س ـ د ـ ط ـ ز ـ ف ـ ت ـ ض ـ ظ
Contoh ikhfa’ haqiqi: مِنْ صِيَامٍِ ـ فَانْصُرْنَا ـ مَاءًَ ثَجَّاجًا ـ قَوْلاًَ سَدِيْدًا
2. HUKUM MIM MATI
- Ikhfa’ Syafawi, yaitu apabila mim mati bertemu dengan ba’. Cara pengucapannya mim tampak samar (bibir tanpa ditekan kuat) disertai dengan ghunnah. Contoh: تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍِ
- Idgham Mitslain, atau idgham mimi yaitu apabila mim mati bertemu dengan mim. Cara pengucapannya harus disertai dengan ghunnah.
Contoh: إنَّهَا عَلَيْهِمْ مُّؤْصَدَةٌ
- Izh-har Syafawi, yaitu apabila mim mati bertemu dengan selain huruf mim dan ba’. Cara pengucapannya adalah mim harus dibaca jelas, harus tampak jelas tanpa ghunnah, terutama ketika bertemu dengan fa’ dan waw. Sedikitpun mim tidak boleh terpengaruh makhroj fa’ dan waw walaupun makhrojnya berdekatan/sama. Contoh: أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ـ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
3. HUKUM MIM DAN NUN BERTASYDID
Setiap mim dan nun yang bertasydid wajib dighunnahkan. Ketika membaca mim yang bertasydid cara membacanya bibir harus merapat dengan sempurna, dan ketika membaca nun yang bertasydid ujung lidah harus menempel pada makhroj nun dengan sempurna/kuat. Contoh:
عَمَّ يَتَسَاءَلُوْنَ ـ فَأُمُّهُ هَاوِيَةًَ ـ يَـأَيُّهَاالْمُزَّمِّلْ
4. HUKUM LAM TA’RIF (ALIF LAM)
Berdasarkan cara pembacaannya ini, alif lam dibagi menjadi dua macam :
- Alif Lam Qamariyah, yakni alif lam harus dibaca jelas ketika menghadapi huruf-huruf berikut: ء ـ ب ـ غ ـ ح ـ ج ـ ك ـ و ـ خ ـ ف ـ ع ـ ق ـ ي ـ م ـ ه
Contoh : الْخَالِقُ ـ الْعِلْمُ ـ الْقَادِرُ ـ الْمَرْجَانْ ـ الْجَنَّةُ
- Alif Lam Syamsiyah, yakni alif lam harus dibaca idgham (masuk ke dalam huruf berikutnya) apabila bertemu dengan huruf-huruf berikut:
ط ـ ث ـ ص ـ ر ـ ت ـ ض ـ ذ ـ ن ـ د ـ س ـ ظ ـ ز ـ ش ـ ل
Contoh: النُّوْرُ ـ الدِّيْنُ ـ الصَّلاَةُ ـ اللَّيْلُ
5. HUKUM MAD
Mad adalah memanjangkan lama suara ketika mengucapkan huruf mad. Huruf mad ada tiga yaitu :
- و (waw sukun) yang huruf sebelumnya berharokat dhommah.
- ي (ya’ sukun) yang huruf sebelumnya berharokat kasrah.
- ا (alif) yang huruf sebelumnya berharakat fat-hah. Contoh: نُوحِيـهَـا
Mad secara umum terbagi menjadi dua, yaitu Mad Ashli dan Mad Far’i.
I. Adapun pembagian mad Ashli adalah sebagai berikut:
a. Mad Thabi’i, yaitu mad yang tidak terpengaruhi oleh sebab hamzah atau sukun, tetapi didalamnya ada salah satu huruf mad yang tiga; alif, ya’, waw. Contoh: إِيَّاكَ – يَدْخُلُوْنَ – فِيْ جِيْدِهَا
b. Mad Badal, yaitu apabila terdapat hamzah bertemu dengan mad. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: أُوْتِيَ – ءَادَمَ – إِيْمَانٌُ – اِيْتُوْنِيْ
c. Mad ‘Iwadh, yaitu berhenti pada huruf yang bertanwin fat-hah. Panjangnya 2 harakat. Catatan:
Huruf Hamzah yang bertanwin fat-hah terkadang disudahi dengan alif, atau terkadang didahului alif, cara membaca tetap sama 2 harakat. Dan pengecualian berhenti pada Ta’ Marbuthah yang bertanwin fat-hah cara membacanya ta’ harus mati dan berubah menjadi Ha’.
Contoh: عَلِيْمًا حَكِيْمًا – غَفُوْرًا رَحِيْمًا – لَيْسُوْا سَوَاءًَ – جُزْءًَا
d. Mad Tamkin, yaitu apabila terdapat ya’ bertasydid bertemu dengan ya’ sukun. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: وَإِذَا حُيِّيْتُمْ – فِيْ الأُمِّيِّيْنَ
e. Mad Shilah Qashirah, yaitu apabila terdapat ha’ dhamir (bunyi hu atau hi) bertemu dengan selain
hamzah. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ – لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
Keterangan:
- Ha’ dhamir tidak dibaca panjang 2 harakat apabila salah satu huruf sesudah atau sebelumnya mati. Kecuali ayat 69 didalam surah Al-Furqan, yaitu:
وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً maka ha’ dibaca panjang 2 harakat walaupun sebelumnya didahului huruf mati. Mad ini disebut Mad Al-Mubalaghah.
- Selain ha’ dhamir tidak dibaca panjang.
Contoh: لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفعا
II. Adapun pembagian mad Far’i adalah sebagai berikut:
- Mad Far’i yang bertemu dengan hamzah ada 3 macam:
a. Mad Wajib Muttashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat. Panjangnya 4 harakat ketika washal, sedangkan dalam keadaan waqaf boleh dibaca 4, 5 atau 6 harakat.
Contoh: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اﷲ – مَنْ يَعْمَلْ سُوءاًَ…
b. Mad Ja’iz Munfashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah. Panjangnya 4 atau 5 harakat.
Contoh: اﷲ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا – فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍِ
c. Mad Shilah Thawilah, yaitu apabila terdapat ha’ dhamir bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah. Panjangnya 4 atau 5 harakat.
Contoh: أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ – يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
- Mad Far’i yang bertemu dengan Sukun atau Tasydid ada 5 macam:
a. Mad Farqi, yaitu mad badal sesudahnya berupa huruf yang bertasydid. Panjang 6 harakat. Mad ini hanya terjadi pada 2 kalimat dan terdapat di dalam tiga surat, yakni surat Al-An’am : 143-144, Yunus : 59 dan An-Naml : 59.
Lafazhnya: قُلْ ء الذَّكَرَيْنِ – ء اﷲ خَيْرٌ
b. Mad Lazim Kilmiy Mutsaqqal, yaitu apabila huruf atau bacaan mad sesudahnya berupa huruf yang bertasydid. Panjangnya 6 harakat.
Contoh: مِنْ دَابَّةٍ – حَـاجَّ – تَحَـاضُّوْنَ
c. Mad Lazim Kilmiy Mukhoffaf, yaitu mad badal sesudahnya terdapat huruf sukun. Panjangnya 6 harakat, dan mad ini hanya terdapat pada surat Yunus: 51 dan 91. Contoh: ءالـٰنَ وَقَدْ كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ
d. Mad Lazim Harfiy Mutsaqqal, yaitu mad yang terjadi pada huruf Muqaththa’ah yang terdapat di sebagian beberapa awal surat. Cara membaca huruf tersebut sesuai dengan nama hurufnya, dibaca panjang 6 harakat dan diidghamkan. Contoh: الـم = أَلِفْ لاَمْ مِيْم – طسم = طاَ سِيْن مِيْم
e. Mad Lazim Harfiy Mukhaffaf, yaitu mad yang terjadi pada huruf Muqaththa’ah yang terdapat disebagian beberapa awal surat. Cara membaca huruf tersebut sesuai dengan nama hurufnya, dibaca panjang 6 harakat, tetapi tanpa diidghamkan. Contoh: ق = قَافْ – عسق = عَيْنْ سِيْنْ قَافْ
- Mad Far’i karena waqaf, ada 2 macam:
a. Mad ‘Aridh Lissukun, yaitu apabila mad thabi’i jatuh sebelum huruf yang diwaqafkan. Panjangnya boleh 2, 4 atau 6 harakat.
Contoh: إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ – الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
b. Mad Liin, yaitu apabila berhenti pada suatu huruf sebelumnya berupa waw sukun atau ya’ sukun yang didahului oleh huruf berharakat fat-hah. Panjangnya boleh 2, 4 atau 6 harakat.
Contoh: خَوْف – الصَّيْف – البَيْت – عَلَيْهِ – مَثَلُ السَّوْءِ
6. AT-TAFKHIM DAN AT-TARQIQ
Tafkhim berarti menebalkan suara huruf, sedangkan Tarqiq adalah menipiskannya. Tafkhim dan Tarqiq terdapat pada 3 hal :
a. Lafazh Jalalah, yaitu lafazh Allah. Al Jalalah maknanya adalah kebesaran atau keagungan. Cara membacanya ada dua macam, yaitu tafkhim dan tarqiq.
Lafazh Jalalah dibaca tafkhim apabila keadaannya sebagai berikut:
- Berada di awal susunan kalimat atau disebut Mubtada’ (Istilah tata bahasa Arab). Contoh: اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
- Apabila Lafazh Jalalah berada setelah huruf berharakat fat-hah.
Contoh: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
- Apabila Lafazh Jalalah berada setelah huruf berharakat dhammah.
Contoh: نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
Sedangkan dibaca Tarqiq apabila sebelum lafazh Jalalah huruf berharakat kasroh. Contoh: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
b. Huruf-huruf Isti’la ( خ – ص – ض – غ – ط – ق – ظ )
Semua huruf isti’la harus dibaca tafkhim, dengan dua tingkatan. Pertama, tingkatan tafkhim yang kuat, yakni ketika sedang berharakat fat-hah atau dhammah. Kedua, adalah tingkatan tafkhim yang lebih ringan, yakni ketika berharakat kasrah atau ketika sukun dengan huruf sebelumnya berharakat kasrah. Juga harus dibaca tafkhim apabila nun mati atau tanwin (hukum ikhfa’ haqiqi) bertemu dengan huruf isti’la, kecuali apabila bertemu dengan huruf ghain dan kha’. Sebaliknya, seluruh huruf istifal (huruf-huruf selain huruf isti’la) harus dibaca tarqiq, kecuali ra’ dan lam pada lafazh jalalah.
c. Huruf Ra’, dibacanya tafkhim apabila:
- Ketika berharakat fat-hah.
- Ketika berharakat dhammah.
- Ra’ sukun sebelumnya berharakat fat-hah.
- Ra’ sukun sebelumnya huruf berharakat dhammah.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf berharakat fat-hah.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf berharakat dhamaah.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya alif.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya waw.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf yang mati, dan didahului huruf
fat-hah atau dhammah.
- Ra’ sukun sebelumnya hamzah washal.
- Ra’ sukun sebelumnya huruf berharakat kasrah dan sesudahnya huruf isti’la
tidak berharakat kasrah serta berada dalam satu kalimat.
Sedangkan huruf Ra’ dibaca tarqiq apabila keadaannya sebagai berikut:
- Ra’ berharakat kasrah.
- Ra’ sukun sebelumnya berharakat kasrah dan sesudahnya bukan huruf isti’-
la, atau bertemu huruf isti’la namun dalam kata yang terpisah.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf kasrah atau ya’ sukun.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya bukan huruf isti’la dan sebelumnya di
dahului oleh kasrah.
Kemudian Ra’ yang boleh dibaca tafkhim atau tarqiq:
- Ra’ sukun sebelum berharakat kasrah dan sesudahnya huruf isti’la berhara-
kat kasrah.
- Ra’ sukun karena waqaf, sebelumnya huruf isti’la sukun yang diawali de-
ngan huruf berharakat kasrah.
- Ra’ sukun karena waqaf dan setelahnya terdapat ya’ terbuang.
7. IDGHAM
Idgham artinya memasukkan atau melebur huruf. Idgham dibagi 3 yaitu:
a. Idgham Mutamatsilain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang sama makhraj dan sifatnya.
Contoh: اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَر – وَقَد دَّخَلُوْا – يُدْرِكـكُّمُ الْمَوْتُ
b. Idgham Mutajanisain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang sama makhrajnya, namun sifatnya berlainan. Yaitu pada makhraj huruf:
(ط-د-ت) – (ظ-ذ-ث) – (م-ب)
Contoh: قَـد تَّبَيَّـنَ dibaca langsung masuk ke huruf ta’
ارْكَب مَّعَنَـا dibaca langsung masuk ke huruf mim
c. Idgham Mutaqaribain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang ham-pir sama makhraj dan sifatnya. Yaitu pada huruf ق – ك dan ل – ر .
Contoh: أَلَمْ نَخْلُقـّكُمْ dibaca tanpa meng-qalqalah-kan qaf
وَقُل رَّبِّ dibaca tanpa menampakkan lam
8. TANDA-TANDA WAQAF (BERHENTI)
- م yaitu tanda waqaf yang menunjukkan penekanan untuk berhenti.
- لا yaitu tanda waqaf yang menunjukkan dilarang berhenti secara total (tidak melanjutkan membaca lagi), jika sekedar mengambil nafas dibolehkan.
- صلى yaitu tanda waqaf boleh berhenti, namun washal lebih utama.
- ج yaitu tanda waqaf yang menunjukkan waqaf atau washal sama saja.
- قلى yaitu tanda waqaf yang menunjukkan lebih baik berhenti.
- yaitu tanda waqaf agar berhenti pada salah satu kata.
9. ISTILAH-ISTILAH DALAM AL-QUR’AN
a. Sajdah. Pada ayat-ayat sajdah disunahkan melakukan sujud tilawah. Sujud ini dilakukan di dalam atau diluar shalat, disunahkan pula bagi yang membaca dan yang mendengarkannya. Hanya saja ketika didalam shalat, sujud atau tidaknya tergantung pada imam. Jika imam sujud, makmum harus mengikuti, dan begitu pula sebaliknya. Ayat Sajdah terdapat dalam surat: 7:206, 13:15, 16:50, 17:109, 19:58, 22:18, 22:77, 25:60, 27:26, 32:15, 38:24, 41:37, 53:62, 84:21, 96:19.
b. Saktah ( س ) yaitu berhenti sejenak tanpa bernafas. Ada didalam surat: 18:1-2, 36:52, 75:27, 83:14. Contoh: كَلاَّ بَلْ رَانَ
c. Isymam, yaitu menampakkan dhammah yang terbuang dengan isyarat bibir. Isymam hanya ada di surat Yusuf ayat 11, pada lafazh لاَ تَأْمَنَّا
d. Imalah, artinya pembacaan fat-hah yang miring ke kasrah. Imalah ada di dalam surat Hud ayat 41, pada lafazh بِسْمِ اللهِ مَجْرَهَا dibaca “MAJREHA”.
e. Tas-hil, artinya membaca hamzah yang kedua dengan suara yang ringan atau samar. Tas-hil dibaca dengan suara antara hamzah dan alif. Terdapat di dalam surat Fushshilat ayat 44, pada lafazh أَأَعْجَمْيٌّ hamzah yang kedua terdengar seperti ha’.
f. Nun Al-Wiqayah, yaitu nun yang harus dibaca kasrah ketika tanwin bertemu hamzah washal, agar tanwin tetap terjaga.
Contoh: نُوْحٌ ابْنَهُ – جَمِيْعًا الَّذِيْ
g. Ash-Shifrul Mustadir, yaitu berupa tanda (O) di atas huruf mad yang menunjukkan bahwa mad tersebut tidak dibaca panjang, baik ketika washal maupun waqaf (bentuknya bulatan sempurna, dan biasanya terdapat di mushaf-mushaf timur tengah).
Contoh: لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُواْ
h. Ash-Shifrul Mustathilul Qa’im, yaitu berupa bulatan lonjong tegak (0) biasanya diletakkan di atas mad. Mad tersebut tidak dibaca panjang ketika washal, namun dibaca panjang ketika waqaf.
Contoh: أَنَاْ خَيرٌ – لَكِنَّاْ
i. Naql, yaitu memindahkan harakat hamzah pada huruf sebelumnya.
Contoh: ﺑﺌﺲَ الاِسْمُ dibaca ﺑﺌﺴَلِسْمُ
(Diringkas seperlunya dari buku “Pedoman Daurah Al-Qur’an – Kajian Ilmu Tajwid” oleh Abdul Aziz Abdur Rauf. Al-Hafizh, Lc. Dan buku “Ilmu Tajwid Plus” oleh Moh. Wahyudi.)

Tanda Malam Lailatu Qodar bagian 2

Tags
Segala puji  bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya dan para pengikutnya.
Semua pasti telah mengetahui keutamaan malam Lailatul Qadar. Namun, kapan malam tersebut datang? Lalu adakah tanda-tanda dari malam tersebut? Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan malam yang keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan.

Keutamaan Lailatul Qadar
Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] : 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa. (HR. Muslim)
Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”  (HR. Bukhari)

Catatan : Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.
Tanda Malam Lailatul Qadar
[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi.  Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)
[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)
Semoga Allah memudahkan kita untuk meraih malam tersebut. Amin Yaa Mujibas Saailin.

Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar

Tags

Semua pasti telah mengetahui keutamaan malam Lailatul Qadar. Namun, kapan malam tersebut datang? Lalu adakah tanda-tanda dari malam tersebut? Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan malam yang keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan.

Keutamaan Lailatul Qadar

Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] :

Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ – يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ – فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa. (HR. Muslim)

Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”  (HR. Bukhari)

Catatan : Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.

Tanda Malam Lailatul Qadar

[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi.  Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)

[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.

[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)